Proposal proyek dalam konteks bisnis itu memegang peranan penting. Pertama, kualifikasi mereka yang membuat dan atau terlibat di dalam proyek tersebut serta kedua, ekspektasi terhadap klien secara timbal balik. Artinya, dengan proposal proyek, akan ada kedua pihak yang saling bekerjasama untuk mencapai hasil tertentu.
Sebelum memulai proposal, ada yang namanya project brief. Isinya bisa tertulis sebagai hasil pertemuan dengan klien sebagai langkah awal untuk memulai sebuah proyek, berupa ekspektasi dan hasil yang diinginkan. Setelah project brief, pastinya ada meeting dan perjanjian tertulis dong sebagai tanda untuk memulai. Tanpa project brief dan perjanjian, bisa dipastikan itu bersifat subkontrak atau jangan-jangan modal perantara.
Proposal dalam hal ini adalah proposal proyek merupakan sekumpulan gagasan praktis, sistematis dan rinci mulai dari ide hingga biaya. Ragamnya pun macam-macam seperti solicited atau non-solicited, artinya ada yang memang sengaja ditawarkan ada pula yang diminta. Proses bisa lewat penunjukan, bisa pula lewat tender atau pitching. Struktur penulisan bisa tergantung kebutuhan, situasi atau kebiasaan yang berlaku. Meski demikian, sebuah proposal yang baik terdiri dari beberapa faktor penentu.
Pertama, soal latar belakang proposal. Apakah ia sebuah bentuk penawaran terhadap klien, atau merupakan permintaan dari klien? Indikator keberhasilan bisa dimulai dari situ. Jika sebuah bentuk penawaran, maka harus bisa dibuat dengan meyakinkan. Jika sebuah permintaan, jangan bangga dulu sebab bisa saja diadu dengan yang lain. Latar belakang proposal adalah sejumlah gagasan atau ide yang harus berbeda dengan yang sudah ada. Contohnya, mau ngajuin bisnis bikin warung pecel lele. Apa bedanya dengan warung lain yang sudah ada? kenapa harus pecel lele? kenapa nggak pecel kadal aja? Gagasan atau ide harus diperkuat dan semenarik mungkin pastinya.
Sebab proposal itu hanya 10% dari keseluruhan proyek. Reputasi, portofolio dan keahlian akan dipertaruhkan hingga semua selesai dalam bentuk laporan. Itu lain lagi urusannya.
Kedua, obyektif atau tujuan yang mau dibidik. Harus jelas tentang seberapa banyak, seberapa luas dan seberapa jauh jangkauan yang mau dicapai. Perhitungan ini tentunya harus serealistis mungkin sepadan dengan kekuatan, sarana dan pendukung yang dimiliki baik oleh klien sendiri maupun oleh pelaksana. Pada tahap ini biasanya sebuah proposal akan dilihat kekuatannya bukan karena besaran obyektif yang disampaikan tetapi bagaimana bisa ia diwujudkan dalam sebuah kerja berbanding dengan nilai serta kemampuan. Semisal mau membuat sebuah proyek ternak kadal dengan menciptakan seribu peternakan di setiap provinsi di seluruh Indonesia dalam waktu enam bulan. Itu mah namanya ngadalin.
Ketiga, output atau hasil yang diharapkan juga harus jelas. mau ternak kadal buat apa? jual kulitnya? anakannya? bikin pecel kadal atau bikin tas kadal? Seberapa banyak yang bisa dihasilkan? Gambaran semacam itu juga dibuat sejelas mungkin berikut dengan target, waktu pelaksanaan dan biaya. Untuk biaya atau budget, ini agak tricky sebab sudah jadi pandangan umum bahwa pembuat proposal ingin meraup sebanyak-banyaknya, atau minimal ada untung besar dari nominal yang ditawarkan, dinego dan disetujui. Apalagi buat mereka yang amatiran, pengen ngemplang atau mimpi dapet nembak cuan besar. Emangnya lu pikir klien itu bodo apa? Maka hal yang paling fair adalah jika memungkinkan bertanyalah dan berkomunikasi langsung mulai dari ekspektasi terhadap proyek hingga soal dana. Punya duit berapa, bisa keluar berapa dan hitung berapa. Tentu saja semua hal tidak bisa dilakukan secara detail seperti soal biaya. Di dalam proposal bisnis, hitungan seperti ini sudah all in atau sudah dilihat besaran dan marjin di tangan. Ini berbeda dengan proposal sektor lain yang bisa dirinci hingga soal spending hingga cost per item.
Maka beberapa kekeliruan di dalam proposal antara lain adalah pertama, menyamakan proposal dengan makalah. Proposal itu detail, lugas, rinci, reasonable dan nggak pake kalimat bersayap. Nggak pake juga istilah-istilah yang bikin klien bingung. Tujuannya buat bikin proyek, bukan buat kelihatan pintar. Kedua, di dalam teknis pembuatan proposal harus imbang antara visualisasi yang relevan dan data yang disajikan. Ini konteksnya presentasi proposal, bukan presentasi materi ajar yang harus pake gambar cantik cakep. Ketiga, membuka semua all out di dalam sebuah proposal. Padahal ada beberapa detail yang justru sengaja tidak dirinci karena hanya akan dibuka jika proposal diterima. Apalagi jika ini proposal dalam tender atau pitching. Udah bikin bagus-bagus, dijadikan benchmark, eh yang dapet orang lain. Pahit nggak lu? Keempat, terlalu punya ekpektasi tinggi. Jangan girang dulu karena selama duit belum masuk rekening maka itu masih di awan. Ketika diterima pun, harus juga jelas term of payment sesuai kesepakatan dan waktu. Ada yang 50% di muka, ada juga yang 100% di belakang. Sangat jarang jika klien bayar 100% di muka. Jika 100% di belakang, bisa gigit jari juga kalo penagihan berjalan lamban. Udah keringetan, bayar pajaknya, duitnya belum nongol.
Nah bagaimana soal presentasi proposal? Kalau proposal sudah siap, maka langkah selanjutnya adalah presentasi. Presentasi bisa beragam situasi tergantung bagaimana kedekatan, kebutuhan dan juga kebiasaan yang berlangsung dengan klien. Tidak ada salahnya untuk secara visual baik online/offline harus tampil keren kan? Akan tetapi, hal yang perlu diperhatikan adalah kejernihan atau clarity dari proposal itu sendiri. ini mempengaruhi siapapun yang jadi presenter untuk bisa menyampaikan dengan jelas, lugas, akurat, tepat sesuai dengan ekpektasi yang diinginkan oleh klien. Sebab di dalam project brief sebelum proposal dibuat, ekpektasi ini sudah disampaikan dan diperjelas oleh kedua belah pihak entah lewat meeting online/offline. Proposal yang bagus harus dapat dijelaskan secara bagus pula. Menjelaskan berarti butuh aksentuasi, penyampaian atau delivery yang meyakinkan, sesuai dengan project brief hingga hal-hal yang menjadi standar di dalam presentasi. Bercanda juga boleh, tapi tetaplah relevan dan fokus. Sisanya ya sudah, gudlak aja sebab semua tergantung klien. Sebab proposal itu hanya 10% dari keseluruhan proyek. Reputasi, portofolio dan keahlian akan dipertaruhkan hingga semua selesai dalam bentuk laporan. Belum lagi presentasi hasil bisa berkali-kali jika memuaskan. Itu lain lagi urusannya.
Jadi ceritanya udah siap nih bikin proposal? Lanjut.