Dalam aktivitas sehari-hari orang umumnya membedakan antara pekerjaan yang dianggap profesional adalah dengan keluar rumah, serta pekerjaan domestik yang dilakukan di dalam rumah. Selain itu, ada pembagian yang berbasis gender bahwa pekerjaan profesional mencari uang keluar rumah adalah hal yang lazim dilakukan lelaki terutama yang sudah berumah tangga, lengkap dengan tanggungjawab dan perannya sebagai bapack=bapack atau kepala keluarga. Pekerjaan domestik dengan sendirinya dianggap menjadi wilayah perempuan; mulai dari mencuci, menyetrika, menyapu, mengepel, bersih-bersih, masak bahkan mengurus anak. Kalo pun disisakan buat lelaki tidak lebih dari perkara perbaikan sesuatu yang rusak, kontak tukang, hingga renovasi kecil-kecilan.
Akan tetapi di masa sekarang pembedaan serta pembagian semacam itu sudah ketinggalan jaman. Misalnya saja di dalam pekerjaan profesional semakin banyak perempuan yang mencari nafkah meski sudah berkeluarga. Mengapa? Sebab satu pintu pemasukan saja sudah jelas tidak cukup. Katakanlah si bapak bersibuk ria membanting tulang, tapi mau sampai kapan? Semisal dia sakit dan nggak mampu bekerja tentu saja bakal menjadi halangan. Selain itu bekerja secara profesional adalah bentuk aktualisasi diri. Itu bukan sekedar perkara ngejar cuan, tapi bagaimana orang juga punya kepuasan untuk memiliki habitat yang berbeda dengan keseharian di rumah. Jadi di jaman gini wajar saja suami istri, lakik bini cari duit bahkan tidak hanya dua pintu bahkan tiga atau lebih sumber pemasukan. Demikian pula dengan mereka yang mengurus rumah tangga entah lelaki atau perempuan bisa saja punya sumber pemasukan alternatif. Maka nggak heran jika banyak orang dari rumah juga mulai jualan online, jadi penyalur, menjual kehalian dan sebagainya. Pekerjaan profesional pun kemudian bisa juga dilakukan dari rumah. Perubahan yang terjadi menuntut dinamika mobilitas yang fleksibel tanpa kenal, jarak, ruang dan waktu. Selagi bisa dilakukan dari rumah, mengapa tidak?
Dengan demikian, pekerjaan domestik bukan lagi cuma jadi ranah buat ibu-ibu rumah tangga. Bapack-bapack baik rumah tangga maupun pekerja profesional hingga anak anak sudah pasti harus bisa mencuci, menyetrika, menyapu, mengepel, bersih-bersih, masak. Kok gitu? Sebab apa yang disebut itu bukan lagi soal kewajiban atau berbagi peran, melainkan keahlian dasar yang harus dimiliki setiap orang. Apa jadinya jika seseorang menjadi dependen, tergantung dengan orang lain untuk mengurus dirinya sendiri? Anggaplah bisa saja membayar orang lain untuk mengurusi. Ada banyak pembantu rumah tangga. Tapi pertanyaannya tetap sama, mau sampai kapan? Dengan bersifat mandiri untuk mampu melakukan pekerjaan domestik, tentu saja akan jauh lebih memudahkan ketika harus hidup dalam kondisi terendah sekalipun tanpa harus bergantung kepada orang lain. Tentu saja hal semacam itu bermula dari bagaimana edukasi di dalam keluarga, pemahaman yang diberikan hingga keinginan personal untuk bisa menambah keahlian. Misalnya saja soal memasak. Itu bukan lagi ranah perempuan di dapur. Lelaki juga harus bisa main penggorengan, bisa membedakan mana kencur mana lengkuas, tau takaran gula lada garam, ngulek cabe, sampe kemudian menyajikannya dengan baik. Jangan sampai kemudian kalo laper hanya bergantung kepada gofud doang, atau masak air dicicipin udah mateng atau belum. Itu sih kelewatan.
"There's no path to liberation that doesn't pass through the shadow." ~Jay Michaelson, an author.
Jika pembedaan dan pembagian kerja sudah tidak berlaku, maka sudah barang tentu orang harus mulai menyiapkan diri agar tidak tergilas oleh jaman. Bisa jadi belum ada pekerjaan tetap, bisa jadi belum punya rumah, tapi itu bukanlah alasan untuk tidak menyiapkan keahlian dasar. Dengan demikian, pekerjaan domestik bukan sesuatu yang memalukan. Teknologi yang semakin maju juga membuat orang menjadi tergantung. Mulai dari penggunaan aplikasi hingga robotik untuk menyelesaikan urusan domestik. Tapi lagi-lagi pertanyaannya tetap sama; mau sampai kapan? Sebab hidup bukanlah realitas yang selalu indah dan lepas dari pusing kepala. Tuntutan semakin besar bukan saja saat masih membujang tapi juga ketika menikah. Harapan semakin tinggi bukan saja saat masih kerja kontrak tapi juga saat mengelola usaha. Terlebih tidak ada orang yang hidup selalu bersama. Sendiri adalah sebuah kepastian yang muncul entah cepat atau lambat. Apakah kemudian saat itu datang lantas diri menjadi tidak siap? Nah.