Jika mendengar kata masturbasi, pikiran orang secara denotatif membayangkan sebuah aktivitas secara seksual. Benarkah demikian? Kata masturbasi atau merancap dalam bahasa Melayu atau Indonesia memiliki makna “hal memuaskan nafsu syahwat dengan jalan tidak wajar (dengan tangan dan sebagainya)”. Akar kata masturbasi sendiri berasaldari bahasa Latin, meski secara spekulatif kata tersebut mengalami perubahan tidak jelas dari kata turbare (mengganggu, bingung), manus (tangan) ditambah stuprare (mencemari). Atau bisa juga dari kata mazdo (penis) atau madere (menjadi basah).
Lantas sejak kapan sebenarnya manusia mengenal masturbasi sebagai sebuah tindakan seksual? Hal yang membetot adalah sebenarnya dalam tradisi kuno berbagai bangsa, masturbasi diterima sebagai sebuah tindakan seksual yang wajar dilakukan. Misalnya saja, bangsa Sumeria kuno memandang bahwa masturbasi adalah cara untuk mengembangkan kemampuan seksual baik lelaki maupun perempuan. Hal itu dilakukan bisa sendirian atau dengan pasangannya masing-masing. Mitologi Sumeria kuno juga melihat masturbasi sebagai tindakan penciptaan, ketika dewa Enki menciptakan sungai Eufrat dan Tigris dengan merancap dan berejakulasi di jalur atau saluran kanal yang kosong. Hal yang senada juga terjadi dalam mitologi Mesir kuno, saat dewa Atum diyakini menciptakan alam semesta dengan cara yang sama. Orang Yunani kuno juga memandang masturbasi sebagai tindakan normal dan menyehatkan sebagai pengganti atau alternatif bentuk dari kesenangan seksual. Salah satu contoh mengenai ini adalah filsuf Diogenes yang gemar melakukan masturbasi di depan umum. Ketika ia ditanya mengapa melakukan itu, Diogenes menjawab dengan ringan, “Seandainya saja lapar bisa hilang dengan menggaruk perut, mengapa tidak?”. Bagi Diogenes sendiri, masturbasi adalah cara mudah untuk pelepasan hasrat seksual.
Penasaran dengan kelanjutannya? Cek di buku ANTI FILSAFAT ya. Sudah dapat dipesan kok.