Banyak yang mengira kemewahan adalah hal yang harus dijauhi. Dianggap berbau duniawi dan serba materi. Pendapat seperti ini sebenarnya salah kaprah. Sebab kemewahan tidak melulu tentang hal duniawi, apalagi materi. Kemewahan semacam itu bersifat mengikat, temporer dan tidak ada habisnya. Seseorang yang masuk dan terjerembab kepada semata yang berbau duniawi dan materi, tidak akan pernah merasa puas. Sesudah rasa itu klimaks, ia akan menjadi jenuh tak berkesudahan.
Akan tetapi kemewahan tetap dibutuhkan. Tentu saja ini bukan yang berbau materi. Mewah yang murni adalah privilese dan atribut melekat kepada diri, bukan karena karena benda yang menyertai. Kemewahan macam itu hanya satu, yakni kemampuan dan kebebasan seseorang untuk melakukan apapun karena rasa suka, cinta, atau senang. Mengapa demikian? tidak semua orang punya privilese semacam itu. Banyak orang yang melakukan sesuatu justru karena disuruh, dibayar atau dipaksa. Misalnya saja mendapat pekerjaan bergengsi dengan gaji besar, sekolah terbaik dengan beasiswa, atau hidup dengan segala keunggulan materi. Apakah yang bersangkutan akan suka, cinta atau senang? Belum tentu. Bekerja pastinya disuruh ini itu, namanya juga dibayar. Sekolah harus selesai tepat waktu dengan tugas menggunung, namanya juga disuruh. Demikian pula hidup yang kelihatan serba berkecukupan tetapi pusing mikirin banyak hal yang belum tentu diketahui orang lain.
Hanya saja, manusia masih tetap keliru mengartikan kemewahan. Mewah bukan ngumpulin benda, apalagi pake ngutang. Dengan pemuasan yang berbau duniawi dan materi, ternyata tetap tidak mampu meniadakan masalah-masalah yang terjadi. Jadi selama orang masih mengejar materi, terlebih dengan dorongan dasariah seperti urusan perut dan di bawah perut maka ia masih jauh dari kemewahan. Akan tetapi jika yang bersangkutan melakukan banyak hal karena kebebasan dan rasa suka, kemewahan sudah ada di dalam dirinya. Nah, jelas kan bedanya?