Kalau ditanya, semua orang berusaha menepati waktu. Entah saat berjanji, atau saat melakukan pekerjaan. Akan tetapi sangat sedikit yang kemudian bisa menepati waktu. Itu pun belum tentu diimbangi oleh kualitas janji atau pekerjaan. Datang atau selesai bisa saja on time, tetapi hasilnya tetap berantakan.
Maka kalau dipahami sebenarnya ada orang yang bisa menjadi sangat terburu-buru dalam mengerjakan banyak hal. Banyak maunya. Satu langkah kecil untuk memulai bakal dianggap tidak cukup. Semua ingin diborong. Kalau bisa, untung atau sukses dalam sekejap. Sehabis itu bisa leha-leha. Pertanyaannya adalah, apa iya orang pernah dalam kondisi semacam itu? Tentunya tak lebih dari mental juara tiga, yang merasa sudah beruntung bisa naik podium. Juara dua sudah pasti kecewa sebab mimpinya berada di tempat pertama. Juara satu lebih pusing, sebab harus bisa mempertahankan prestasi kemudian. Eksekusi boleh banyak, tapi jarang yang tuntas.
Ada juga orang yang berlagak tenang, tapi sebenarnya panik alias Sindrom Bebek. Layaknya bebek berenang terlihat santai, tapi kakinya mengayuh cepat. Bisa jadi tampilan selow-selow macam di pantai, tapi kita tidak pernah tau kalo dia jungkir balik cari duit. bayar tunggakan, cicilan, tagihan, sekolah anak, biaya rumah sakit, istri melahirkan lagi, atau pengen punya mobil balap impian. Oleh karena banyak yang ingin dikerjakan, tetapi nggak selesai juga. Eksekusi pontang-panting, hasil minimal.
Ada lagi yang Tidsoptimist alias terlalu santai. Seolah punya banyak waktu. datang telat, mengerjakan apapun juga terlambat. Tidak ada yang pernah benar-benar selesai di dalam hidupnya. Semua bisa jadi angan tapi secara perlahan kemudian menghilang. Hidup seolah tanpa beban, padahal yang nanggung beban bisa jadi orang lain. Mereka pula yang harus nyebokin si tidsoptimist karena menyisakan banyak hal yang tak kunjung tuntas. Ide boleh banyak, tapi eksekusi minimal.
Jadi masalahnya, apa benar kita benar-benar punya waktu?