Di dalam ragam organisasi terutama bisnis, biasanya orang berkutat dengan istilah visi dan misi. Idealnya perumusan visi misi menjadi penting dan seringkali digunakan sebagai tonggak atau tahapan awal kemana organisasi itu bergerak. Maka, mengumpulkan sekian banyak orang yang sudah barang tentu berbeda isi kepala, pengalaman, keahlian dan tujuan ke dalam payung organisasi besar akan menjadi tantangan tersendiri. Akan tetapi mengapa organisasi menjadi macet, atau bahkan sama sekali tidak bisa mencapai tujuan yang sudah dirumuskan? Mengapa bisnis pada akhirnya bubar jalan setelah susah payah dirintis meskipun sudah memantapkan visi misinya?
Pertanyaan-pertanyaan itu tentu saja tidak mudah dijawab. Akan tetapi dari beberapa riset yang pernah dilakukan dalam konteks bisnis, ternyata bukan visi misi yang menjadi prioritas awal. Ini berbeda dengan sangkaan banyak orang yang mengira bahwa ketika visi misi sudah dirumuskan, maka organisasi sudah punya semacam payung atau panduan yang kemudian akan membantunya mencapai tujuan. Temuan yang menarik adalah justru banyak brand atau merek ternama tidak memulainya dengan visi misi, melainkan fokus terhadap tujuan atau purpose, yakni siapa kita, apa yang kita lakukan dan mengapa itu penting. Dengan kata lain tujuan adalah upaya melakukan rumusan awal terhadap identitas, sebab hal itu merupakan dasar yang pertamakali harus jelas definisinya terlebih dahulu. Tanpa tujuan yang jelas, organisasi tidak akan pernah bisa fokus. Sebagai catatan, penerjemahan purpose sebagai tujuan juga seringkali sulit dibedakan dengan goals karena dianggap memiliki makna yang sama. Padahal goals lebih kepada bentuk kongkret yang ada di dalam misi, sedangkan purpose lebih kepada pemahaman definisi yang lebih mendasar.
Ketika purpose atau tujuan sudah dirumuskan, maka pernyataan-pernyataan seperti visi berupa pandangan umum organisasi dan misi berupa cita-cita yang ingin dilakukan dapat secara internal bisa menjadi panduan yang layak. Purpose tetap menjaga agar semua pihak tetap fokus tentang eksistensi. Visi sudah pasti menyelaraskan dengan target, serta misi memperkuat cara bagaimana bisa menuntaskannya. Jika rangkaian semacam itu dilakukan dengan baik maka akan memberi inspirasi dan motivasi setiap orang tidak saja mereka yang berada di dalam organisasi tetapi juga audience di luar seperti konsumen, klien, stakeholders dan sebagainya.
Itulah sebabnya secara internal, sebuah organisasi usaha atau bisnis di jaman sekarang melakukan rekrutmen terhadap mereka yang dilihat juga memiliki purpose atau tujuan tersebut. Ini tentu saja bukan perkara gampang. Sebab jangankan ditanya apa visi misi di dalam hidup, ditanya tujuan hidup saja tidak semua orang bisa menjawab dengan rinci dan menyeluruh. Padahal kesadaran semacam itu bukan saja memberi benefit terhadap yang bersangkutan, tetapi juga memudahkannya ketika bergabung ke dalam organisasi bisnis atau kerja. Mengapa demikian? Tugas organisasi sudah pasti adalah memberi inspirasi kepada mereka yang berada di dalamnya. Caranya adalah fokus kepada tujuan yang sudah pasti memberi artikulasi mengapa brand menjadi penting buat mereka dan juga orang lain. Organisasi juga menyelaraskan tujuan bahkan kepada setiap individu di dalam tentang siapa diri, apa yang dilakukan dan mengapa penting. Dengan demikian mereka yang berada di bawah payung oganisasi tersebut mampu memahami dan menyelaraskan tujuan, visi dan misi mulai dari personal, teamwork dan mengetahui betul apa yang dikerjakan.
Artinya, semua individu yang ada di dalam organisasi itu diharapkan mampu mengkomunikasikan dan sekaligus mempraktekan nilai, membuka karakter dan membangun kultur bersama. Begitu budaya organisasi terbangun, maka audience akan terhubung secara lebih mendalam dengan tujuan yang lebih tinggi, karakter dan visi organisasi, ketimbang hanya melalui misi semata. Keterhubungan semacam itu dipahami dan dilakukan melalui bentuk narasi dan cerita dibandingkan hanya sekedar pernyataan-pernyataan formal mengenai target yang ingin dicapai. Saat audience terhubung dengan tujuan atau purpose tersebut, maka mereka akan percaya dengan misi yang ingin dicapai. Rasa percaya itu membawa keselarasan dengan tujuan sehingga pencapaian yang diinginkan bisa berdampak lebih besar. Itulah sebabnya tujuan atau purpose adalah dasar dari visi misi. Tujuan merupakan refleksi dari identitas organisasi dan personal yang ada di dalamnya. Dampak yang didapat adalah konsekuensi positif dan bernilai dari keseluruhan proses tersebut.
"Example is not the main thing in influencing others. It is the only thing." ~Albert Schweitzer
Akan tetapi itu semua lagi-lagi bukan soal mudah. Pertama, organisasi harus punya kebiasaan untuk mendengar audience baru kemudian memperkenalkan merek. Menginspirasi harus mampu berjalan dua arah untuk bisa berbicara melalui pikiran dan menyentuh hati. Tentu ini akan jauh lebih kompleks ketika fungsi organisasi juga berkaitan dengan servicing atau pelayanan kepada ruang yang lebih besar seperti konsumen atau publik. Mau tidak mau, apa yang disampaikan juga pastinya harus sinkron dengan apa yang dilakukan berikut jejak rekam dari awal. Kedua, memberi contoh saja tidak cukup dengan narasi, motivasi, perintah atau dukungan. Harus ada learning by examples, dalam arti contoh tindakan yang juga diberikan mencerminkan tujuan baik individu maupun bersama untuk melakukan. "Then I will be inspired, I will follow" , gitu katanya.
Kok bisa gitu? Yaiyalah, di jaman gini kagak cukup memberi apresiasi cuma sekedar acung jempol, kasih likes atau keplok tangan virtual. Apalagi cuma nyuruh-nyuruh, ngajak yuk yak yuk mari berhimpun dan bersukaria, kemudian saling menguatkan di tengah banyak kegagalan. Apalagi kalo bermimpi bisa ini itu tanpa pernah bisa ngasih contoh tindakan nyata. Belum lagi nggak paham purposenya seperti apa. Emangnya kita siapa? Bisa macet dan kemudian bubar. Begitu juga orang-orang di dalamnya yang jangankan punya visi atau misi, punya tujuan hidup aja bingung. Gimana nggak kasian.