Di era ketika teknologi digital mengalami perkembangan dan penggunaan pesat seperti sekarang ini, faktor keamanan data dan privasi amatlah penting. Mulai dari soal kesadaran orang untuk tidak memberikan data pribadi secara sembarangan, atau regulasi pendukung untuk mengatur bagaimana penyedia jasa, layanan dan aplikasi tidak sembrono pula untuk menggunakan dan mengedarkannya tanpa sepengetahuan si pemilik data.
Akan tetapi prakteknya ternyata cukup sulit. Sebagai konsumen, pembeli, pengguna atau bahkan warganegara dalam posisi apapun tetap harus menyediakan data kan? Mulai dari bikin dokumen resmi, masuk ke daftar pelanggan, beli sesuatu bahkan juga saat install aplikasi di ponsel. Itu sebenarnya hal yang normal. Hanya saja perilaku banyak orang secara sadar atau tidak, mendukung potensi untuk penyebarluasan bahkan pemanfaatan data oleh pihak lain. Misalnya pamer foto tiket, visa atau dokumen tersebut di media sosial. Niatnya sih mau pamer, tapi justru itu jadi sasaran empuk mereka yang tak bertanggung jawab untuk menggunakannya. Sama halnya dengan kebiasaan untuk belanja online, tapi tidak menghapus alamat dan nomor telpon pada kemasan paket yang diterima. Atau tidak menanyakan secara jelas ketika ada orang lain yang meminta data pribadi dengan alasan untuk kepentingan promo atau bentuk marketing lainnya.
Sementara itu, penyalahgunaan oleh pihak lain juga punya potensi terjadi ketika data yang diminta kemudian menjadi sebuah komoditi yang dapat diperjualbelikan. Anggap saja perusahaan X punya data pelanggan. Itu bisa saja bocor kepada kompetitor atau pihak lain secara transaksional diam-diam. Maka nggak heran jika kemudian sebagai pelanggan, orang kerap mendapat penawaran aneh-aneh yang tidak terpikirkan melalui blasting sms, email, dan bentuk komunikasi lainnya. Bocor di tangan pemerintah? Itu sih udah sering. Lihat saja ketika ada hacker nganu-nganu kemudian mengumumkan di darkweb punya data kependudukan atau apalah yang bisa dibeli.
Lantas apakah kemudian orang kudu jadi parno? Ya nggak juga. Pertama dalam batas tertentu, penggunaan dan peredaran data memang dibutuhkan dan tetap akan terjadi. Hanya saja, hal itu idealnya harus sepengetahuan si pemilik identitas. Jadi nggak ada yang namanya privasi seratus persen. Kalo mau begitu, ya tinggalkan teknologi dan pilih menjadi asosial. Kedua, setiap data punya level of security and urgency masing-masing. Jadi kalo cuma nama, alamat dan nomor telpon digunakan dalam transaksi online ya wajar-wajar aja. Segera harus, robek atau sayat itu kardus paket supaya nggak berpotensi terima blasting iklan dan penawaran nggak penting; mulai dari judi online, esek-esek sampe perdukunan sekarang menggunakan sarana seperti itu. Nggak perlu parno juga ketika lagi menggunakan fasilitas online meeting kemudian takut disadap atau direkam penyedia aplikasi. Emangnya situ pikir menyadap dan merekam itu nggak pake storage? nggak butuh effort? nggak butuh analisis? Lain halnya kalo yang dibicarakan itu perihal yang menarik perhatian pihak intelijen karena berkaitan dengan kepentingan negara. Kalo urusan bisnis ya beda level. Apalagi kalo yang dibicarain adalah soal pribadi. Emangnya siapa elu?
“If it is private, don’t put it on Facebook.” ~Unknown
Jadi kedua hal tersebut memang sudah merupakan situasi yang harus bisa dipahami dan dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan kebocoran data, sekaligus membangun paradigma berpikir bahwa hidup sebagai seorang warganegara, konsumen dan juga individu sudah pasti akan bersentuhan dengan kepentingan lain secara digital. Nggak ada yang bisa luput. Maka di satu sisi, kesadaran semacam itu amatlah dibutuhkan untuk sejauh mana data secara proporsional dapat diberikan dan di sisi lain menjaga privasi tetap harus dilakukan. Sebab seringkali, bocornya data bukan karena belum ada atau tidaknya regulasi, kebijakan perusahaan penyedia, atau komunitas yang belum punya wawasan soal pentingnya data, tapi juga karena kecerobohan pribadi. Gegara katepe bocor, tau-tau nama ente terdaftar sebagai peminjam pinjol dan diuber debt collector. Gegara email jebol, bisa juga masuk ke situs wikwik sebagai pelanggan dan pengunduh legendaris. Atau emang sengaja gitu? Ternyatah.