Di dalam hidup manusia, tidak ada yang tidak sempurna. Semua punya cerita masing-masing untuk ditutupi, dirahasiakan, dipoles dan ditampilkan sebagai bentuk permisif atau permakluman sebagaimana eksistensi manusia itu sendiri. Sebab orang umumnya mengetahui bahwa ketidaksempurnaan adalah bagian dari hidup. Ada saja yang kurang, tertinggal, belum dimiliki, memiliki yang kurang, atau bahkan juga jika melihat lebih dalam maka akan ditemukan perilaku yang aneh dan janggal di mata orang lain.
Menjadi tidak sempurna adalah hal yang biasa di dalam hidup. Entah mengapa orang menggunakannya untuk alasan bahwa akan ada perbaikan. Memangnya setelah diperbaiki, akan menjadi sempurna? Tentu tidak. Manusia tidak ada puasnya. jadi kata sempurna itu mustahil didapat, kecuali sudah tidak punya kesempatan lagi untuk melakukan apapun yakni mati. Maka menjadi tidak sempurna adalah ciri khas manusia yang cukup aneh dan paradoks; di satu sisi ia diterima sebagai modal awal untuk menjadi lebih baik, namun di sisi lain ketidaksempurnaan menjadi ada terus menerus lantaran sempurna itu adalah bentuk final alias kondisi saat sudah tidak bernafas.
Maka menjadi tugas manusia untuk selalu tidak puas dengan sebuah ketidaksempurnaan yang harus diperbaiki terus menerus. Jika sekarang lebih baik, maka esok standarnya pun meningkat agar lebih baik itu tidak sama seperti kemarin. Jadi improvement atau perbaikan itu tiada henti. Mengapa mau menjadi lebih baik? Sebab kondisi juga terus berubah. Tidak ada yang statis. Dari waktu ke waktu perubahan berjalan kian cepat bukan saja karena konsep waktu tetapi juga habitat dan ekosistem manusia yang terus menyesuaikan diri.
Bayangkan jika manusia bersikap pasif dengan ketidaksempurnaan yang semakin tertinggal itu. Rasa malas membuat orang hanya mau bergerak ketika kebutuhan dasarnya terusik. Baru mau cari makan saat sudah berasa lapar. Padahal jaman gini solusi makan pake duit. Apalagi kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih besar. Apa iya kudu disepak pantat dulu, atau mengalami satu peristiwa yang menyakitkan dan traumatis sehingga baru kapok? Tapi begitulah kebanyakan orang. Kesempurnaan jadi mimpi yang harus dipatok tinggi karena mustahil bisa diraih. Akan tetapi tangan yang bergerak jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan yang cuma berdiam diri. Lebih konyol lagi, banyak yang kemudian mengutuk bahwa hidup tidak adil.
jadi belajar untuk tidak sempurna itu penting agar orang punya pandangan dan pemahaman tentang diri yang bagaimana untuk diperbaiki. Dengan menjadi tidak sempurna dan mengejar kesempurnaan -secara realistis tahu itu sulit diraih-, akan ada perkembangan yang terus menerus dan jika sabar maka hasilnya akan mengagumkan. Dengan menjadi tidak sempurna maka orang ditantang untuk tidak berada dalam satu titik ketidaksempurnaan secara berlama-lama. Bukankah hidup adalah berpindah dari satu ketidaknyamanan menuju ketidaknyamanan lainnya? Terus bergerak. Kalo diam, lama-lama bisa delusional merasa sudah tercukupi. Padahal makan aja susah.