Jika hidup stagnan atau jalan di tempat, sudah pasti akan ada waktunya akan berubah. Seperti halnya orang mengatakan bahwa cobaan itu ada sebagai ujian untuk naik tingkat. Pendapat seperti ini bisa dibilang ada benarnya, meski naik tingkat dalam hidup dalam arti perubahan total tidaklah melulu ditentukan oleh cobaan. Ada banyak faktor lain yang membuat hidup menjadi semakin berkualitas. Bisa karena internal berupa keinginan atau kemauan yang kuat untuk berubah, mengasah kemampuan secara intensif dan menambah perspektif pikir atau wawasan yang lebih baru. Bisa pula karena faktor eksternal seperti kultur lingkungan atau habitat, pengaruh komunitas bahkan juga desakan keadaan.
Akan tetapi, kualitas hidup yang berubah menjadi lebih juga memiliki tanda-tanda tertentu. Pertama, ada banyak pertemuan dengan orang-orang baru yang secara supportif membuat diri lebih baik. Orang-orang semacam ini mengajarkan situasi untuk berkompetisi dan berkolaborasi secara sehat, mendorong peningkatan hidup secara intensif dan permanen. Tindakan seperti ini biasanya juga berlangsung timbal balik dengan saling menyemangati, membuka peluang baru, saling mengisi.
Kedua, ada ruang-ruang kesempatan baru yang terbuka lebih lebar dengan peran baru pula. Biasanya ruang semacam ini akan memberikan pengalaman pertama dan juga mendorong untuk bisa lebih mempelajari banyak keahlian yang tidak diduga sebelumnya. Apa yang tidak pernah terpikirkan untuk dilakukan, tetiba akan berada di situ dan terus mengasah kemampuan. Peluang semacam ini tidak memandang usia, jenis kelamin dan sebagainya. Selagi masih mau dan mampu, kenapa tidak?
Kualitas hidup memperlihatkan determinasi atau kegigihan usaha yang terus dipertebal. Standar hidup bisa ditaruh setinggi-tingginya tapi belum tentu bisa diraih seketika.
Ketiga, akan muncul perasaan tidak nyaman karena terus digugah oleh kesadaran dan situasi untuk dengan segera dan dipaksa belajar akan hal baru. Rasa tidak nyaman ini menjadi kunci dalam menentukan seberapa kualitas hidup yang ingin dicapai dengan lebih baik. Jika jengah dan berhenti, maka proses juga akan berhenti. Jika dijalani meski harus tertatih, namun pada ujungnya akan menemukan bukan saja pengalaman tetapi juga keahlian yang berbeda.
Keempat, akan ada gugatan, cibiran bahkan hinaan dari orang-orang yang tertinggal di belakang. Biarkan saja, sebab tempat mereka memang ada di sana. Jauh tertinggal. Ini terjadi karena paradigma pikir mereka masih menganggap dunia yang tidak berubah. Otomatis mereka hanya berada di dalam ruang, relasi dan gagasan yang sudah mereka pahami dan kuasai. Ketika ada orang lain beranjak untuk berubah lebih baik, maka ketidaknyamanan mereka muncul karena pola juga berubah.
Kelima, akan ada kesadaran baru bahwa perubahan menjadi lebih baik juga tidak bersifat permanen. Ia akan terus berjalan dan semakin jauh meninggalkan yang lain ketika diri pribadi menerima dan menghadapi situasi dengan cepat, lincah dan penyesuaian terus menerus. Sebab kualitas hidup yang meningkat lebih baik, akan menarik lingkungan, pertemanan, pemikiran, kerja dan situasi yang lebih baik pula. Kualitas hidup berbeda dengan standar hidup. Kualitas hidup memperlihatkan determinasi atau kegigihan usaha yang terus dipertebal. Standar hidup bisa ditaruh setinggi-tingginya tapi belum tentu bisa diraih seketika. Kalau masih gitu-gitu aja, bahkan bersifat jalan di tempat maka perubahan itu tidak terjadi.
Oleh karena itu kelima-limanya menjadi tanda penting untuk mengukur seberapa perubahan yang dilakukan untuk mengejar kualitas hidup. Semua punya pacu, derap, intensitas dan juga bobot masing-masing. Fokus pada diri sendiri saja. Toh siapapun yang sama-sama memperbaiki kualitas hidup akan saling mendukung. Sedangkan yang cuma bisa mencela, umumnya hanya ngintip dari pinggiran. Di depan menertawakan, di belakang meniru. Ujungnya frustrasi melihat diri sendiri kebanyakan gaya. Biarkan.