Mungkin sebelum ada balapan motor Gepe di Mandalika sono, banyak orang masih nggak tau soal keberadaan singing bowl alias mangkok bernyanyi. Itu jadi tenar gegara dipake sebagai properti buat menolak hujan oleh seorang peramal kartu tarot yang disewa panitia balapan. Keberadaannya yang juga merangkap penolak hujan jadi kontroversial, sebab bukan saja seolah diendorse dan berfungsi jadi marketing gimmick tapi juga tetap saja kehujanan. Kan lucu juga penolak hujan malah sempat dipayungi? Tapi properti yang digunakan kemudian jadi ngehits. Kini banyak tersedia di online market place dengan harga ratusan ribu hingga jutaan. Padahal dulu masih tergolong barang impor dan cukup mahal untuk dibeli.
Tapi apakah sebenarnya mangkok bernyanyi itu? Anggaplah diterjemahkan demikian karena tidak ada padanan kata yang lebih baik. Apakah nama aslinya? Bagaimanakah fungsi sesungguhnya? Sebenarnya benda itu adalah produk peradaban yang cukup tua bahkan sudah ada sejak jaman Mesopotamia. Tetapi penggunaannya kemudian dikaitkan dengan keagamaan, dalam hal ini Buddhisme dan tetap ada di sekitar utara India yakni Tibet dan Himalaya. Dalam konteks itu, mangkok bernyanyi sudah pasti digunakan sebagai alat meditasi karena suara yang ditimbulkan memiliki efek menenangkan. Sekurangnya ada sembilan macam atau jenis mangkok bernyanyi dilihat dari bentuk, ukuran dan suara yang dihasilkan. Mulai dari yang paling umum yakni Jambati dan identik dengan nama asli mangkok bernyanyi. Ada juga Thadobati, Ultabati, Naga, Mani, Manipuri, Remuna, Lingam dan Coprabati. Mangkok bernyanyi yang asli konon terbuat dari campuran tujuh logam yang berbeda dan merepresentasikan simbol planet. Ketujuh logam itu adalah emas sebagai perlambang matahari, perak - bulan, merkuri - Merkurius, tembaga - Venus, besi - Mars, timah - Jupiter, dan timbal - Saturnus. Maka nggak heran jika harganya mahal kan?
Mangkok bernyanyi kemudian menjadi populer pada tahun 1960-an dalam konteks New Ages ketika orang Barat rame-rame pergi ke Tibet atau Himalaya mencari sumber ketenangan dan spiritualitas baru. Istilahnya, jaman hippies lagi mulai marak. Mereka tertarik dengan mangkok bernyanyi, kemudia membawanya pulang dan kemungkinan mulai direproduksi. Oleh karena itu mangkok bernyanyi tidak saja digunakan dalam ranah keagamaan sebagaimana lazimnya, tetapi juga mulai mengalami komodifikasi sehingga kegunaannya bertambah dalam ruang yang berbeda meski tujuan awalnya tetap sama yakni meditasi. Spiritualitas baru pada tahun 1960 yang juga erat dengan bau ganja serta kehidupan bebas itu mulai redup satu dekade kemudian tapi segala atribut yang digunakan sudah menjadi bagian dari perkembangan kebudayaan yang meluas bahkan mendunia.
Maka nggak heran jika mangkok bernyanyi kemudian digunakan bukan lagi oleh kaum hippies tetapi mereka yang masuk dalam kehidupan lebih modern seperti praktisi yoga, pencari ketenangan melalui meditasi, mereka yang mau relaksasi pikiran serta jiwa, penyembuhan fisik bahkan juga pembaca tarot seperti mbak-mbak di Mandalika itu. Nah, fungsi mangkok bernyanyi juga kemudian mengalami twisting sebagai atribut yang digunakan untuk kebutuhan lain seperti menolak hujan. Memangnya bisa? Tentu saja ada banyak hipotesis dan teori pseudo-ilmiah untuk mencoba membuktikan dan memperkuat seperti soal kandungan logam, getaran suara hingga mangkok itu diisi air dan berputar. Akan tetapi di jaman ini, unsur marketing gimmick sudah mengambil peran yang jauh lebih dominan. Artinya, ini bukan sekedar buat menolak hujan tetapi popularitas yang ditimbulkan juga berdampak kepada naiknya permintaan pasar terhadap benda tersebut. Entah asli atau bukan, bikinan lokal atau impor, orang tidak terlalu mempedulikannya selagi masih bisa terjangkau kantong dan kemudian menggunakannya sesuka hati. Jenis bunyi berdasarkan nama-nama aslinya saja sudah nggak terlalu dipedulikan. Mau bahannya apa kek, dipake meditasi kek, jadi alat penyembuhan kek, mau dijadiin tempat mi pangsit kek, atau menolak hujan di rumah agar cucian cepat kering kek emangnya ada yang ngelarang gitu? Jelas nggak ada. Tapi yang pasti itu mangkok udah bisa cari cuan.
"By blossoming, we dream" ~New Age Bullshit Generator
Dengan demikian komodifikasi benda yang fungsi awalnya sebagai sebuah alat bantu untuk meditasi dalam konteks ritual keagamaan, di jaman ini semakin melejit dan nggak karuan juga ujung pangkalnya. Malah ujungnya bisa mengarah kepada komersialisasi. Mungkin sama seperti tasbih, rosario, japamala atau benda sejenis dengan ragam nama yang digunakan dalam berdoa oleh hampir setiap agama di dunia. Kini banyak juga yang menggunakannya sebagai sekedar perhiasan dalam berbagai bahan dan rupa. Bisa dikalungin, bisa juga dililit jadi gelang. Sukur-sukur masih dipake buat berdoa, tapi kalo bawa gituan bisa keren juga penampilan kan? Berbeda dengan tasbih dan sejenis, mangkok bernyanyi bisa lebih leluasa karena dianggap tidak ada lagi simbol keagamaan yang melekat sebagai identitas. Gegara kaum hippies pula, mangkok bernyanyi lama-kelamaan bisa diterima lebih universal. Apalagi lebih berbau spiritual ketimbang aksesoris agama-agama konvensional. Orang bisa beli di Bukapalak, Kotopedia atau Sopih. Menenangkan jiwa dikit dengan memutar batang kayu di sekeliling mangkok. Sukur-sukur gerimisnya pindah juga ke rumah sebelah. Kalo suaranya nggak bagus amat ya jangan protes. Modal duaratusrebu aja mau keren. Iya kan?