broken image
broken image
broken image

Dunia Si Ferdot

  • Headline
  • About Me
  • My Books
  • My Blog
  • My Gallery
  • Contact Me
  • …  
    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
    broken image
    broken image
    broken image

    Dunia Si Ferdot

    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
    • …  
      • Headline
      • About Me
      • My Books
      • My Blog
      • My Gallery
      • Contact Me
      broken image

      Tidak Semua Peluang Layak Untuk Dikejar

      · Renungan

      Orang sering mengatakan, raihlah setiap peluang atau kesempatan untuk mengubah hidup. Bisa jadi itu untuk meningkatkan semangat, terlebih ada juga beberapa manusia yang memang terlalu sungkan, enggan bahkan malas berubah. Ide perubahan itu menarik buat siapapun, tapi sedikit yang benar-benar mau melakukan karena sudah terbayang konsekuensinya; mulai sesuatu yang baru, atau bahkan dari nol itu sangat berat di segala urusan. Mau profesional atau personal, sama saja. Jadi kaum mendang-mending dan ogah-ogahan adalah mereka yang sudah lebih dulu menolak untuk memulai sesuatu yang baru.

      Akan tetapi jika dipikir benar-benar, tidak semua peluang untuk berubah itu perlu diambil. Ada banyak alasan untuk itu. Harus selektif mana yang perlu dan mana yang tidak. Artinya, perubahan yang perlu dilakukan membutuhkan fokus dan prioritas, baik dari sumber daya yang dimiliki, maupun hasil yang diharap akan didapat. Jika nggak punya banyak tenaga, waktu, pikiran, apalagi biaya ya lebih baik dilewati. Apalagi jika hasil yang didapat tidak sebanding dengan modal tersebut. Bicara hasil pun berarti ada manajemen risiko yang perlu diperhitungkan. Bagaimana dampaknya kelak di kemudian hari? Apakah ada konsekuensi jangka panjang yang harus ditanggung? Apakah itu semua minimal sesuai dengan apa yang akan didapat? Jadi panjang banget kan.

      Perhitungan semacam itu menggarisbawahi bahwa peluang harus sejalan dengan nilai dan tujuan jangka panjang. Mengapa? Agar tidak kecewa di kemudian hari. Bisa jadi di awal kelihatan senang, ada perasaan membuncah, gelembung bahagia bermunculan. Tapi ketika gelembung itu pecah dan nggak ada kelanjutannya lagi, maka muncul ketidakpuasan dan akhirnya kecewa. Terlebih jika ada efek lelah atau burnout yang muncul. Perasaan tertekan, kemudian depresi bisa menganggu kualitas hidup. Padahal perubahan itu sendiri bermaksud untuk memperbaiki kualitas.

       

      “No one remembers how you got a chance, they only remember what you did with it.” ~ Stewart Stafford

       

      Itulah sebabnya, sebagian orang cenderung melupakan makna perubahan. Lebih baik sepuluh burung di pohon daripada satu di tangan. Semua peluang atau kesempatan dikejar dan dilakukan. Ujungnya selain capek sendiri, ya tidak ada satu pun yang maksimal. Itu sama seperti mengagendakan seribu rencana sekali gebrak tapi tak ada di antaranya yang berjalan maksimal. Sudah dibikin repot, nggak ada yang fokus, jalan pun juga ada kadarnya. Jika banyak yang mengerjakan, jadi bingung mulai dari yang mana. Sedikit yang mengerjakan, tambah lagi kerepotan yang timbul.

      Jadi memilih dengan selektif terhadap peluang yang muncul dan patut dikejar adalah belajar untuk membuat pilihan yang terkelola dengan baik dari setiap informasi yang didapat. Mengejar peluang cuma gegara modal perasaan atau nggak mau ketinggalan (fear of missing out alias FOMO), adalah mengabaikan opportunity cost. Atau sebaliknya, ingin mendapatkan dan memanfaatkan peluang dengan biaya serta risiko seminim mungkin, ujungnya menolak yang seharusnya patut didapat. Artinya, setiap keputusan tidak saja punya risiko tapi biaya yang harus ditanggung. Terpenting adalah bagaimana mengelola yang ada sebaik mungkin. Pilih satu berarti abaikan yang lain. Ini juga mencegah komitmen yang terlalu berlebihan sehingga menjadikan diri semakin tertekan, melupakan mana yang harus dikejar sesungguhnya. Banyak orang yang sibuk muter-muter nggak karuan, ngurusin orang lain secara total tapi tujuan pribadi nggak keurus. Padahal well-being, dalam konteks mengurusi dan memberi prioritas diri atas peluang yang ada, akan menjaga hidup bisa lebih baik dan bahagia dalam jangka panjang.

      Selamat akhir pekan.

       

      Subscribe
      Previous
      Navigating the Politi-Sphere: The Delicate Dance of...
      Next
      Era Baru Bernama Pascadigitalisme
       Return to site
      strikingly iconPowered by Strikingly
      Cookie Use
      We use cookies to improve browsing experience, security, and data collection. By accepting, you agree to the use of cookies for advertising and analytics. You can change your cookie settings at any time. Learn More
      Accept all
      Settings
      Decline All
      Cookie Settings
      Necessary Cookies
      These cookies enable core functionality such as security, network management, and accessibility. These cookies can’t be switched off.
      Analytics Cookies
      These cookies help us better understand how visitors interact with our website and help us discover errors.
      Preferences Cookies
      These cookies allow the website to remember choices you've made to provide enhanced functionality and personalization.
      Save