broken image
broken image
broken image

Dunia Si Ferdot

  • Headline
  • About Me
  • My Books
  • My Blog
  • My Gallery
  • Contact Me
  • …  
    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
    broken image
    broken image
    broken image

    Dunia Si Ferdot

    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
    • …  
      • Headline
      • About Me
      • My Books
      • My Blog
      • My Gallery
      • Contact Me
      broken image

      Tidak Harus Sukses, Tidak Harus Menang

      · Renungan

      Di dalam hidup, orang terbiasa dan mendorong diri untuk meraih kesuksesan atau kemenangan. Ada perasaan puas saat target tercapai, cita-cita sudah diraih, atau keinginan terwujud. Itu hal yang wajar. Sebab mencapai, meraih dan mewujudkan sesuatu adalah situasi yang diharapkan dan jauh lebih baik, jauh lebih bernilai dan punya makna tersendiri. Bayangkan jika itu semua didapat, entah dengan jalan mudah atau sulit dan tetiba sudah ada di genggaman tangan. Apa yang sudah dikerjakan, diusahakan dan dijalani seolah menjadi terbayar penuh. Asyik kan?

      Akan tetapi tidak semua bisa seperti itu. Ada yang begitu cepat dan ada pula yang berlama-lama. Apalagi dengan keinginan orang untuk mau memperoleh hasil dalam sekejab, maka cara-cara instan akan lebih mungkin dipilih. Mau cepat atau lambat, toh tidak semua berhasil. Bagaimana rasanya jika sesuatu yang sudah di depan mata, tetiba terlepas begitu saja? Target tidak tercapai, cita-cita sirna lepas dari angan dan keinginan menjadi pupus. segala usaha yang dilakukan ternyata tidak membuat situasi lebih baik, tidak bernilai dan tanpa makna.

      Konsekuensinya orang akan menjadi kecewa dengan teramat sangat. Begitu situasi dianggap menjadi sia-sia, maka kekecewaan bisa begitu mendalam. Ada perasaan lesu, letih, lemah dan tak berdaya. Lebih dari itu, kekecewaan bisa membuat orang terpuruk dalam kondisi psikologis yang tidak menguntungkan. Enggan untuk melakukan apapun bahkan bisa balik badan. Itu juga hal yang wajar. Tidak ada orang yang tidak kecewa ketika apa yang diinginkannya gagal. Apalagi yang dimaui itu butuh kerja keras yang menyedot tenaga, pikiran, perasaan, uang dan air mata.

      Lantas, apakah berhenti hanya disitu? Masalahnya adalah tidak semua orang terbiasa untuk menerima kegagalan atau kekalahan. Keduanya dianggap sebagai kontraprestasi bahkan memalukan. Orang yang tidak terbiasa akan menjadi canggung dan tidak akan paham harus berbuat apa. Bisa-bisa malah stuck di tempat, bengong atau malah bingung. Sesudahnya bisa jadi hanya berpangku tangan. Padahal pelajaran penting di dalam hidup adalah harus bisa beradaptasi dan membiasakan diri dalam beragam situasi yang serba kontras atau berbeda. kalau memang memaksa diri untuk mengejar kesuksesan atau kemenangan, maka harus siap pula dengan kegagalan atau kekalahan. Mengapa? Pertama, kegagalan atau kekalahan adalah hal yang biasa di dalam proses. Malah idealnya orang memang harus bisa menerima keduanya. Sebab dengan kegagalan atau kekalahan, siapapun dapat melihat apa yang masih kurang, apa yang butuh diperbaiki dan apa yang harus dikembangkan supaya tidak terulang lagi. Kedua, kegagalan atau kekalahan memberi makna lebih kepada kesuksesan atau keberhasilan. Jika sudah terbiasa sukses atau berhasil, maka itu nggak ada rasanya. Dianggap hal yang biasa. Sesuatu yang biasa akan jadi sepele. Apa yang sepele tidak akan pernah bisa dihargai dengan matang. Jika ada seribu kegagaklan sebelum dan kini ada satu keberhasilan, maka keberhasilan itu akan berasa sangat berarti.

      “Success sits on a mountain of mistakes” ~ Bangambiki Habyarimana, The Great Pearl of Wisdom

      Jadi baik gagal atau berhasil, kalah atau menang adalah proses yang saling melengkapi. Gagal dan kalah memberi learning tentang perbaikan, usaha dan motivasi yang harus lebih gigih. Sukses dan menang memberi awareness bahwa apa yang sudah didapat harus bisa lebih baik lagi, Nggak ada kata berhenti, nggak ada kata puas. Oleh karena itu, banyak orang nggak siapa gagal atau kalah. Tapi sesungguhnya lebih banyak lagi yang nggak siap sukses atau menang. Sebab dipikirnya itu sudah paripurna lengkap sudah. Padahal mempertahankan kemenangan jauh lebih sulit ketimbang melepas kegagalan. Maka nggak heran jika dikategorikan dalam semisal lomba, juara tiga lah yang paling beruntung. Bisa jadi ia nggak punya ekspektasi lebih untuk bisa masuk peringkat tiga besar. Juara satu mungkin sudah punya target atau program, tapi nggak bisa enak-enakan juga karena bertahan cukup sulit. Bagaimana dengan juara dua? dilematis memang. Di satu sisi, ada target yang tidak tercapai untuk duduk dalam puncak kemenangan, di sisi lain masih harus memelihara ambisi, motivasi dan usaha untuk bisa membuat yang di atasnya terjungkal.

      Tapi paling menyedihkan ya mereka yang cuma nonton doang. udah kagak beli tiket, ngeriung ngumpul di luar tapi teriaknya paling kenceng. Kasian.

       

      Subscribe
      Previous
      Masih Demen Ngumpulin Barang Nggak Guna?
      Next
      Menerima Dan Memberi Itu Harus Seimbang
       Return to site
      strikingly iconPowered by Strikingly
      Cookie Use
      We use cookies to improve browsing experience, security, and data collection. By accepting, you agree to the use of cookies for advertising and analytics. You can change your cookie settings at any time. Learn More
      Accept all
      Settings
      Decline All
      Cookie Settings
      Necessary Cookies
      These cookies enable core functionality such as security, network management, and accessibility. These cookies can’t be switched off.
      Analytics Cookies
      These cookies help us better understand how visitors interact with our website and help us discover errors.
      Preferences Cookies
      These cookies allow the website to remember choices you've made to provide enhanced functionality and personalization.
      Save