Setiap orang idealnya membuat hidupnya memiliki arti makna (meaning). Selain hal itu membedakannya dari makhluk hidup lain, makna juga membuat hidup menjadi lebih punya tujuan. Bukan cuma sekedar lahir mbrojol, makan, tidur, berak, sekolah, kerja, mbrojolin anak orang, makan lagi, tidur lagi, sakit, sekarat, terus mati. Dengan memiliki tujuan maka ada hal-hal yang bisa diraih selagi diinginkan. Ada hal-hal yang bisa dicapai sekali diminati selagi masih hidup. Sebab sudah pasti manusia punya keinginan. Entah karena melihat orang lain sebagai contoh, atau melihat diri sendiri supaya nggak gitu-gitu amat.
Itulah sebabnya keinginan berkaitan dengan makna. Ada dua macam dorongan dalam memaknai hidup yakni passion driven dan purpose driven. Dorongan berupa passion biasanya berkaitan dengan kebutuhan internal seperti pengembangan diri. Menekuni hobi, mengejar pendidikan, menambah keahlian, memperbanyak wawasan, berusaha agar diri menjadi lebih baik dari yang sudah-sudah. hasrat semacam ini kemudian membentuk yang bersangkutan sebagai sebuah keunikan. Entah memperdalam yang sudah ada sebagai spesialisasi, atau memperluasnya sehingga dapat menjangkau segala hal.
Sementara dorongan berupa purpose adalah berkaitan dengan kebutuhan eksternal seperti memberdayaguna diri untuk orang lain. Sebab manusia adalah makhluk sosial yang setidaknya mempedulikan lingkungan tempat dia tumbuh berkembang atau kepada habitat lain. Maka agenda yang berkaitan dengan purpose bisa sangat beragam, mulai dari kerja sosial, kegiatan karitatif hingga urusan membela tanah air. Intinya agar masyarakat bisa menjadi lebih baik.
Baik passion dan purpose adalah dua bentuk berimbang dalam mencari makna hidup. Orang tidak dapat mengembangkan passion semata hanya untuk dirinya sendiri, sebaliknya juga tidak dapat melakukan purpose jika dirinya juga tidak berkembang. Keduanya saling melengkapi. Maka bayangkan jika seseorang hanya mengejar passion tanpa memiliki empati kepada lingkungan, atau hanya menjalankan purpose tanpa keahlian. Ujungnya kalo nggak jadi egois ya oportunis.
jadi mengisi makna hidup adalah dengan secara terbuka membangun kapasitas dan melakukan keduanya. Sebab hidup haruslah memiliki makna terlebih dahulu. Tentu saja ini membutuhkan lingkungan yang kolaboratif dan transparan agar bisa berkembang. Akan tetapi itu bukanlah alasan agar menjadi enggan. Mentang-mentang hidup dalam situasi beracun, lantas mau diam-diam aja? Carilah yang sesuai agar punya makna. Tinggalkan kondisi yang menghambat. kalo perlu cipta kondisi, biar mirip operasi pak pulisi. Nah.