broken image
broken image
broken image

Dunia Si Ferdot

  • Headline
  • About Me
  • My Books
  • My Blog
  • My Gallery
  • Contact Me
  • …  
    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
broken image
broken image
broken image

Dunia Si Ferdot

  • Headline
  • About Me
  • My Books
  • My Blog
  • My Gallery
  • Contact Me
  • …  
    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
broken image

Parasit dan Lintah Bernama Manusia

· Renungan

Pada suatu titik, orang memang harus merefleksi dan memikir ulang setiap langkah yang sudah diambil di dalam hidupnya. Tindakan ini adalah semata untuk mengevaluasi agar ke depan bisa lebih baik lagi. Akan tetapi refleksi dan pikir ulang tidak dapat membuang waktu sebab setiap detik akan selalu ada kesempatan, peluang atau kemungkinan baru. Tugas dari refleksi dan pikir ulang adalah membuat setiap tindakan bisa menjadi produktif dan berguna bagi diri sendiri serta orang lain.

Bicara produktivitas, maka mau tidak mau orang mengukur seberapa besar benefit yang bisa didapat. Benefit beda dengan profit. Benefit bisa nilai imaterial, bisa pula tindakan yang memang tidak dapat diukur dalam sekejap. Akan tetapi tidak semua orang memang mau berbuat demikian. Ada yang hanya memikirkan profit semata, ada pula yang enggan menjadi produktif, apalagi melakukan refleksi di dalam hidupnya. Tidak semua pula orang mau berpayah untuk menghasilkan sesuatu kecuali kalo kepepet. 

Hal semacam itu sudah sangat lazim di dalam hidup manusia. Sejak jaman purba dulu, tidak semua orang mau jadi tulang punggung. Enakan juga jadi tetelan hidup. Menggantung nasib kepada orang lain, kalau bisa tanpa disadari disantuni, dipiara dan dibiarkan hidup. Simbiosis parasitisme semacam itu meski merusak atau desktruktif terhadap inangnya, maka si pelaku akan dengan cepat dan mudah berpindah mencari indukan lain. Semacam keluwesan yang sungguh luarbiasa tanpa perlu basa basi mengucapkan terimakasih.

Jadi di satu sisi, orang boleh saja mengeluh tentang bagaimana menanggung bebas yang tidak perlu, akan tetapi di sisi lain tetap saja beban semacam itu dibiarkan karena permakluman, toleransi, empati atau bahkan juga karena cinta. Itu semua pilihan. Akan tetapi sanggupkah menanggungnya tanpa mengeluh? Sanggupkah untuk hidup dengan menghisap orang lain? Silahkan pilih.

 

Subscribe
Previous
Menjadi Diri Sendiri? Omong Kosong
Next
Tiga Jalan Menuju Ketidakbahagiaan
 Return to site
strikingly iconPowered by Strikingly
Cookie Use
We use cookies to improve browsing experience, security, and data collection. By accepting, you agree to the use of cookies for advertising and analytics. You can change your cookie settings at any time. Learn More
Accept all
Settings
Decline All
Cookie Settings
Necessary Cookies
These cookies enable core functionality such as security, network management, and accessibility. These cookies can’t be switched off.
Analytics Cookies
These cookies help us better understand how visitors interact with our website and help us discover errors.
Preferences Cookies
These cookies allow the website to remember choices you've made to provide enhanced functionality and personalization.
Save