Seringkali ada orang, organisasi, entitas bisnis bahkan profesi yang sudah merasakan begitu nyaman dan menganggap diri menguasai situasi. Rasa nyaman muncul karena itu toleh kanan kiri nggak ada kompetitor yang berarti, sudah menganggap tidak perlu ada yang dikuatirkan, bahan dalam taraf tertentu tak perlu lagi harus berubah atau berkembang ke arah yang lebih baik. Jadi raja kecil atau jago kandang itu nikmat. Siapa juga yang berani masuk ke teritori? Sudah pasti bakal disikat.
Akan tetapi situasi bisa mendadak berubah drastis sampai kemudian merasa kelabakan untuk bergegas menyesuaikan diri. Contoh sederhana misalnya bisnis transportasi konvensional. Dulu begitu merajai sehingga tak perlu pasang iklan segala. Orang pasti butuh untuk menggunakan dan bisa antri saat jam sibuk. Tarif bisa suka-suka. Akan tetapi begitu muncul transportasi online, maka yang ada pun babak belur jadinya. Penggunaan aplikasi dan internet sudah menjadi kebutuhan umum dan standar. Hal semacam itu tidak terjadi di satu sektor saja, tetapi juga merambah kepada yang lain.
Maka menjadi raja kecil atau jago kandang itu tidak menyenangkan. Bakal tergerus oleh perubahan yang di jaman gini bisa berlangsung sangat cepat. Jangankan bisnis atau profesi, individu pun juga tidak luput dari perubahan. Jika dulu biasa berkomunikasi dengan tatap muka, maka mau tidak mau sekarang harus bisa jumpa online. Entah memberi materi, berdiskusi, berinteraksi, rapat, negosiasi dan segala hal dilakukan secara daring. Dulu, mana pernah kebayang bakal ngejum berkali-kali? Harus bisa menguasai teknis pula. Masa iya screenshot pake hape di depan monitor. Kan jadul namanya.
Tapi memang beranjak dari rasa nyaman itu nggak gampang. Seringkali ada prosedur atau teknik yang harus dikuasai. Nggak cukup cuma bermodal wacana, konsep atau ide doang. Sama seperti sebuah perusahaan transportasi konvensional. Awalnya mau bikin aplikasi tandingan. Tapi setelah coba beberapa kali, anyep juga jadinya. Sebab dalam mengatasi perubahan yang terjadi, tidak cukup hanya sekedar meniru. Siapa pun dituntut untuk bisa melakukan inovasi lebih. Jika skill atau keahlian cuma di situ-situ aja, ya nggak kemana-mana juga. Selain itu, ada kalanya juga untuk tidak berkompetisi melainkan menyesuaikan diri dengan berkolaborasi. If you can not beat them, join them. Begitu katanya.
Mudah? Nggak juga. Inovasi dan kemampuan menyesuaikan diri dengan cepat atau agility itu juga sejalan dengan kapasitas untuk menurunkan ego. Maka nggak heran dalam bisnis atau profesi, dikenal istilah learning bukan saja sebagai pembelajaran tetapi juga berbesar hati untuk mau mencoba hal baru, mempelajari bentuk baru dan kemudian secara serius menggunakannya untuk berubah. Dengan learning, seseorang atau entitas tersebut diharapkan bisa mengembangkan diri sekaligus memperluas pengaruh dan lepas dari kenyamanan yang memabukkan itu.
Dalam posisi itu, seringkali orang justru malah meninggikan ego. Memupuk diri dengan harapan-harapan palsu, sikap optimis dan pede berlebih, tapi nggak ada juga yang berhasil dikerjakan. Namanya juga raja kecil atau jago kandang kan? Merasa sudah punya nama besar duluan, jadi malas untuk berkembang. Ini adalah perilaku korosif yang kemudian bisa membawa entitas tersebut ke jurang keterpurukan yang lebih dalam. Refleksi tinggal refleksi, kritik tinggal kritik,tapi nggak tau harus berbuat apa. Maka dalam taraf tertentu hukum pasar tetap berlaku. Tinggal soal masih dilirik oleh user atau nggak. Percuma kalo selain nggak berubah, piara ego, merasa masih dibutuhkan market, tapi penawaran semakin buruk dari yang beredar.
“The superior man thinks always of virtue; the common man thinks of comfort.” ~ Confucius.
Itulah sebabnya membangun sebuah kesadaran adalah sulit, tapi lebih rumit lagi untuk memelihara dan bertahan. Dorongan untuk berubah sedemikian cepat. Kompetisi baik yang bersifat eksternal maupun internal tidak dapat dihindari. Ada faktor teknologi, kesempatan, keahlian bahkan juga waktu. Jangan salah, sekarang publik makin cerdas untuk bisa membedakan mana yang berkualitas dan mana yang cuma sampah. Mana yang serius profesional, mana yang cuma asal bikin. Mana yang merambah, mana yang diam di kandang. Kandang kambing pula. Pada tutup hidung ntar.