Saat ini banyak istilah beredar yang salah satunya adalah high value man. alias lelaki bernilai atau berkualitas. Istilah itu menjadi standar tersendiri buat seorang lelaki untuk bisa disebut sebagai lakik bener atau banget, karena kualitas yang dimiliki. Perempuan juga ada tentunya, tapi setidaknya lelaki memang ada penekanan untuk lakik berkualitas tinggi karena banyak di luar sono yang beneran medioker bahkan substandar. Kelakuan yang memang tidak sepantasnya dilakukan oleh lelaki. Seperti apa? Macem-macem pastinya, mulai dari terbiasa dengan kekerasan segaia solusi satu-satunya hingga baperan sensi kayak pantat bayik.
Menjadi sosok yang disebut high value man sudah pasti bukan perkara yang gampang. Ada beberapa standar dasar yang bisa dipenuhi dan sebagian besar menyangkut karakter. Kalo cuma tampil keren berasa ganteng ya nggak ngaruh. Pertama, adalah kepiawaian untuk mengelola emosi. Itu sudah pasti. Orang yang gampang sensi, dikit-dikit tersinggung, menanggapi hal apapun dengan rasa kesal atau amarah, serta bertindak tanpa perhitungan akal sehat sudah pasti tidak masuk dalam kategori ini. Mengelola emosi adalah pembelajaran yang ditempa oleh waktu, bukan cuma modal sesaat bisa paham dan mengerti. Artinya, kualitas yang paling mendasar ini tidak bisa cuma dilakukan atas dasar penalaran semata, tetapi ada pembelajaran dan pengalaman untuk menempa diri menjadi orang yang bisa memperlakukan perasaan pada tempatnya. Mengelola emosi juga bukan sekedar nahan marah, sok sabar atau malah berlagak cool kayak nggak pake perasaan. Justru pengelolaan yang baik bisa menentukan langkah kapan harus memperlihatkan emosi, bertindak tanpa bisa dihitung siapapun, serta mampu menempatkan diri dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan.
Dengan kemampuan seperti itu, maka yang kedua adalah seorang lelaki harus punya tujuan yang jelas. perencanaan, tahapan, proses dan hasil yang ingin diraih. Bukan cuma sebatas emeng-emeng doang, ngimpi berkhayal berkonsep ini itu, pengen bisa segala macem tapi minim bahkan nol pembuktian. Tujuan itu tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Mengapa? Sebab jika orang tak punya tujuan, hanya akan menjadi beban keluarga, numpang makan berak bernafas dan nggak bermanfaat bagi siapapun juga. Hidup yang dijalani cuma sepotong-sepotong sudah tentu akan menjadi berat. Hidup yang cuma sekedar ngikut latah bebek sudah pasti tak tentu arah. Ada angin ke barat ikut ke barat, ke selatan muter ke selatan.
Jika memiliki kestabilan emosi dan tujuan sudah di tangan, maka yang ketiga adalah seorang lelaki harus punya martabat. Ini beda dengan gengsi yang macem pepesan kosong. Gengsi cuma tampilan yang bersifat superfisial alias kulit-kulitnya doang. Gengsi hanya berfungsi sebagai atribut yang tak bermakna lebih dari sekedar menutupi rasa malu dan ketidakmampuan. Sebaliknya, martabat adalah nilai dan batasan diri yang jelas; tau dengan siapa berhadapan, bergaul, bersaing bahkan juga menentukan batas-batas mana yang bisa diraih sesuai kemampuan. Kalo sanggup jalanin, nggak sanggup ya diam. Sebab banyak orang yang berpikir bisa begini begitu tapi ya cuma sebatas kulit aja. Portofolio nggak kelihatan, pembuktian juga nihil. Akhirnya cuma bisa omong gede lempar bacot sembunyi kerja. Mau bersaing, ujungnya cuma meniru. Mau bikin terobosan, malah mampet sendiri.
Dengan punya martabat, maka yang keempat seorang lelaki harus bisa asertif. Ini sikap yang peduli dan memperhatikan diri dan juga orang lain. Asertif bukan semata tegas doang, sok kaku sok iye, tapi menerima dan menempatkan diri dalam perspektif yang berbeda-beda untuk bisa memahami secara keseluruhan. Asertif juga bukan hanya sekedar menampung dan memahami, tapi juga memandang bagaimana situasi secara komprehensif. Sebab banyak lelaki yang seolah pinter menggunakan akalnya, tapi nggak guna dalam kehidupan sehari-hari. Seolah bisa mengandalkan kemampuan dan kapasitas kognitif, tapi tak bisa menyelesaikan masalah. Kalo memberi solusi aja nggak bisa, bagaiman mungkin melihat alternatif lain? Itulah sebabnya ketegasan harus didukung oleh kapabilitas untuk bisa membaca, memetakan masalah, dan menghadirkan jawaban sekaligus dapat diterima orang lain. Kalo dikit-dikit maunya tegas, kepala batu, giliran ada konflik bawaannya kembali emosi atau malah kabur begitu aja. Capek banget pasti.
"Men are like steel. When they lose their temper, they lose their worth." ~ Chuck Norris
Terakhir yang kelima, sudah pasti seorang high value man punya respek, komitmen dan bisa diandalkan. Respek bukan saja apresiasi terhadap diri tetapi juga sekitarnya. Kalo mampu ya kerjain dengan penuh kesungguhan sampai selesai, kalo nggak mampu ya bilang dari awal untuk tidak memulai. Sebab banyak yang bisanya cuma mancing-mancing doang, obral janji, tapi nggak ada yang ditepati. Banyak juga yang cuma bisa tampil hebat, keren, mewah, tapi ujungnya ya cuma segitu aja. Beneran situ juga kayak gitu? Kasian dong.