Semua orang punya gaya bicara masing-masing. Bukan saja ketika berbicara dengan orang lain, tetapi juga ketika tampil di depan umum. Tampil macem demikian nggak harus dalam konteks berpidato, tapi semisal dalam obrolan lebih dari tiga atau empat orang, maka sudah pasti gaya yang ada akan terlihat secara spontan di mata mereka yang mendengar. Akan tetapi ada beberapa gaya yang disadari atau tidak berpengaruh terhadap penilaian orang lain. Penilaian itu mencerminkan reaksi terhadap sebuah karakter yang lama-kelamaan tampak sebagaimana aslinya. Seseorang bisa saja pada awalnya tampil bermanis atau bermegah mengisi kualitas omongan. Tapi mau seberapa lama dipoles ya seringkali tetap keluar aslinya kan?
Pertama, gaya bicara dengan kebiasaan membual. Ada yang demen membungkus perkataan dengan gula; menjanjikan ini itu, membuat seolah semua berjalan dengan mulus, hingga memamerkan atau melebihkan sesuatu yang bahkan tidak pernah ada atau tidak pernah terjadi. Kebiasaan seperti ini awalnya membuat orang terpukau. Buat mereka yang jeli, akan ada banyak ketidaksesuaian atau ketidakcocokan omongan. Intinya tidak ada yang konsisten. Mereka yang sadar akan mundur teratur. Tapi banyak juga yang larut karena dikasih gula sudah pasti menyenangkan. Kebiasaan semacam ini bisa muncul dari rasa minder, ingin menyenangkan semua orang atau ingin dianggap sebagai seseorang yang berkualitas. Padahal membangun kualitas sudah pasti dari pembuktian, bukan sekedar kecap kan?
Kedua, gaya bicara yang meremehkan. Entah menganggap kecil orang lain, atau malah diri sendiri. ketika bicara, mata menunduk dan tidak mau atau tidak berani menatap orang lain. Tentu saja ini ada dua penyebab, menganggap orang lain tidak penting atau jangan-jangan merasa diri ini tidak penting. Antara kepedean dan kagak pede ternyata beda tipis. Apa penyebabnya? keduanya punya benang merah yang sama; ego yang tidak pernah terbiasa berhadapan dengan orang lain secara setara. Konsekuensinya juga jelas; banyak ditinggal orang karena dianggap tidak pernah serius untuk mengapresiasi orang lain. Siapa juga yang mau kalo diajak ngomong malah nggak dilihat.
Ketiga, gaya bicara yang terlalu menggurui dan mendominasi. Meyakinkan orang lain lewat sebuah pembicaraan sudah pasti penting. Terlebih jika mereka memandang sebagai sebuah sumber informasi penting. Tapi mengajari hingga sedetil-detilnya secara satu arah, non dialogis alias ngomong sendiri sudah pasti menyebalkan. Banyak orang yang mendadak mengalami sindrom semacam itu apalagi dalam beragam online meeting Mengapa? Secara psikologis, orang yang ngoceh di depan umum lewat sarana daring selalu punya keberanian lebih ketimbang yang berhadapan secara fisik. Selain itu, ada kebebasan yang tidak bisa diukur untuk berbicara searah tanpa ada yang berani untuk ngerem. Aji mumpung dan lainnya sungkanan. Itu pasti.
“Let thy speech be better than silence, or be silent.” ~Dionysius Of Halicarnassus
Keempat, gaya bicara yang kebanyakan ghibah atau gosip. Sebuah gunjingan adalah penyedap pembicaraan. Tapi terlalu banyak bergunjing itu sama dengan sayur keasinan. Sayurnya dikit, garamnya setengah kilo. Bisa enak dilihat, tapi nggak enak dimakan. Gosip terkadang perlu sebagai upaya untuk menjajaki pembicaraan, sebagai proxy terhadap situasi, atau untuk mengetahui opini serta reaksi orang lain. Jika terpancing terlalu dalam atau malah asyik membicarakan gosip, maka seringkali inti pembicaraan yang mau dicapai tidak akan pernah selesai. Selain itu, mereka yang gemar membicarakan orang lain, sudah pasti tidak akan luput sebagai subyek ghibah jika sedang tidak hadir. Gantian diomongin. Capek nggak?
Kelima, gaya bicara dengan mengeluh. Seringkali ada orang yang tanpa sadar selalu mengeluh ketika berhadapan dengan orang lain. Ada saja yang dikomplain, mulai dari urusan besar hingga kecil, hal di sekelilingnya, bahkan yang bukan masalahnya saja bisa jadi keluhan. Mereka yang benar-benar punya masalah, biasanya akan jarang untuk mengeluh langsung. Kalo pun ada, sudah benar-benar nggak tahan. Terlalu sering mengeluh bukan berarti punya masalah, melainkan mencari perhatian agar orang tertarik dan mencoba berbincang dengan dirinya. Ini melelahkan karena keinginan untuk menjadi center of attention adalah kuat sampai-sampai mau membuat orang menoleh dengan keluhan yang muncul.
Nah, jadi situ masuk yang mana?