broken image
broken image
broken image

Dunia Si Ferdot

  • Headline
  • About Me
  • My Books
  • My Blog
  • My Gallery
  • Contact Me
  • …  
    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
broken image
broken image
broken image

Dunia Si Ferdot

  • Headline
  • About Me
  • My Books
  • My Blog
  • My Gallery
  • Contact Me
  • …  
    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
broken image

Dunia Itu Sudah Sempit, Hidup Itu Harus Meluas.

· Renungan

Jika bertemu dengan orang yang baru dikenal dan ternyata banyak relasi yang juga mengenalinya, maka orang cenderung berkomentar; dunia sempit ya? Memang seperti itulah dunia. Meski penduduknya bermilyar-milyar, tapi dalam satu habitat seperti satu kota saja akan ada yang mengenali. Apalagi jika merunut kehidupan seseorang yang tumbuh besar mulai dari lingkungan tempat kelahiran, sekolah, bekerja dan beraktivitas; maka relasi entah kenal atau hanya sekedar tau bisa ditemukan. Jejaring semacam itu walau tipis tetap akan membuat reputasi seseorang bisa dikenal dengan mudah. Dengan adanya media sosial di jaman seperti ini, sudah sewajarnya jika orang memperhitungkan bahkan sebagian berhati-hati ketika dirinya akan dikaitkan atau dihubungkan oleh orang lain.

Akan tetapi dengan dunia yang sempit itu ternyata banyak juga keuntungan yang bisa diraih. Reputasi yang baik tentu akan memudahkan dirinya dikenal bahkan oleh orang yang baru mengetahuinya. Sebaliknya, reputasi yang buruk tentu akan cepat menyebar luas. Reputasi di sini bukan saja yang bersifat personal tetapi juga profesional. Pekerjaan bisa datang dan pergi karena ada pengakuan umum yang meluas dan dapat dilihat oleh orang lain. Dunia yang sempit kemudian juga membuat orang harus mampu beradaptasi dengan cepat. Di satu sisi, disadari atau tidak akan selalu ada kompetisi untuk bisa mengambil ke sempatan yang ada. Di sisi lain kerjasama atau kolaborasi adalah hal yang bisa jadi memungkin untuk dikerjakan bersama. Contohnya adalah ketika beberapa perwakilan perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama dikumpulkan menjadi satu. Akankah mereka gontok-gontokan bersaing? Belum tentu. Bisa jadi ada kerjasama, bisa jadi ada forum untuk saling memberi info, bisa jadi ada proyek sampingan yang kemudian membuat mereka menjadi semakin mengenal dan erat secara profesional.

Oleh karena itu, sebuah organisasi bahkan individu tidak dapat bergerak sendirian di tengah dunia yang semakin sempit ini. Suka atau tidak, kalo nggak bisa mengalahkan ya harus siap gandeng tangan. Ini kelihatannya mudah, tapi tidak sesederhana di dalam praktek. Sebab banyak orang yang sudah terbiasa hidup di alam yang homogen; udah temennya itu-itu doang, spesiesnya sama pula. Begitu dilempar ke lingkungan yang lebih majemuk kontan kalang kabut, defensif bahkan parno. Terlebih jika mereka masih harus mengandalkan ego yang sangat besar di dalam dunia yang sumpek. Harus merasa superior atau unggul terhadap yang lain meski sebenarnya itu nggak penting. Merasa bisa dan mampu tapi kicep juga ketika disodori kenyataan bahwa apa yang dikerjakan ya cuma gitu-gitu doang.

Itu menandakan bahwa di dalam dunia yang sempit, hidup mereka jauh lebih pengap, cetek, dan cupet. Berbahaya? Sudah pasti. Dengan perspektif yang muncul dalam memandang hidup dan dunia semacam itu, akan ada perasaan untuk bisa survive tanpa harus kemana-mana. Nggak heran jika eksposure nyata menjadi hal yang sangat sulit untuk didapat, cepat berpuas diri dan kuatir jika ada perubahan yang bersifat drastis. Rasa nyaman yang ada dibangun dengan interaksi dan dialog di antara itu-itu saja, tanpa pernah mau secara serius membuka diri untuk melihat dan mengalami perspektif berbeda. Kenalan boleh banyak, tapi teman terbatas. Diajak untuk bisa jump in ke habitat yang berbeda bakal mikir dua kali. Tapi uniknya model begitu sudah merasa menguasai dunia. Keyakinan semu yang dibangun bertahun-tahun adalah hasil melihat bagaimana diri sendiri mampu berdiri di atas dunia tanpa perlu memandangkan lebih lama.

"It's a small world. When you put it in a cemetery, it is." ~Kurt Vonnegut

Jadi kalo ditanya, orang dengan hidup yang sempit itu persis kodok dibawah kaleng susu kental manis. Bisa menjawab apa saja meski kira-kira. Ketika ditanya sudah pernah apa, pasti akan memberi deskripsi atas dasar pengalaman orang lain yang didengar. Diselidik lebih jauh, bakal tersinggung karena menganggap itu mencederai reputasi mereka. Contoh paling gampang ya minta saja portofolio pekerjaan apa yang berhasil dilakukan dan berapa lama dikerjakan. Presentasi bisa segudang, tapi mana yang sukses bisa dihidtung dengan jari. Demikian pula dengan kehidupan personalnya; nggak bakal jauh-jauh dari narasi dulu pernah sukses dan sekarang sedang masih mencari kembali. Dulu bisa begini begitu tapi sekarang sedang menysuun strategi. Ya begitu terus aja sampe tahun baru gajah. Padahal dunia yang sempit sudah pasti menawarkan banyak hal. Perkara mau atau nggak, jika ditimbang dari kenyamanan ya nggak bakal dapet. Jika hidup juga dipandang sama sempitnya seperti dunia, ya tentu saja jadi aneh dan tidak berdaya apa-apa. Bukankah hitup itu sendiri adalah proses berpindah dari satu ketidaknyamanan ke ketidaknyamanan lain? Pikir!

 

 

Subscribe
Previous
Manusia Stoa Itu Mengerikan
Next
Tiga Angkatan Anak Negeri
 Return to site
strikingly iconPowered by Strikingly
Cookie Use
We use cookies to improve browsing experience, security, and data collection. By accepting, you agree to the use of cookies for advertising and analytics. You can change your cookie settings at any time. Learn More
Accept all
Settings
Decline All
Cookie Settings
Necessary Cookies
These cookies enable core functionality such as security, network management, and accessibility. These cookies can’t be switched off.
Analytics Cookies
These cookies help us better understand how visitors interact with our website and help us discover errors.
Preferences Cookies
These cookies allow the website to remember choices you've made to provide enhanced functionality and personalization.
Save