broken image
broken image
broken image

Dunia Si Ferdot

  • Headline
  • About Me
  • My Books
  • My Blog
  • My Gallery
  • Contact Me
  • …  
    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
    broken image
    broken image
    broken image

    Dunia Si Ferdot

    • Headline
    • About Me
    • My Books
    • My Blog
    • My Gallery
    • Contact Me
    • …  
      • Headline
      • About Me
      • My Books
      • My Blog
      • My Gallery
      • Contact Me
      broken image

      Antara Pede Dengan Kepedean

      · Renungan

      Meski pernah dibahas bahwa sombong itu perlu, tetapi banyak orang tidak dapat membedakan antara sombong dalam pengertian pede dan kepedean. Maklum saja, istilah sombong masih digunakan dalam banyak hal. Termasuk kalo nggak negor karena memang nggak lihat pun, dibilang sombong. Tapi itu lain kali lah.

      Lantas apa beda pede dengan kepedean? Antara confidence dengan overconfidence yang menjurus arrogance? Percaya diri itu sangat dibutuhkan. Berani bicara dengan orang-orang yang lebih berkuasa, lebih kuat dan lebih berpengaruh karena dia yakin bahwa ide-idenya bisa diterima. Sementara kalo yang belagu cuma sebatas bahwa dia nggak mau kalah dengan orang-orang semacam itu. Pede adalah singa yang kumpul dengan singa karena bisa mengaum, bukan anak kucing yang mau jadi singa.

      Orang pede akan tidak peduli dengan sikap masa bodoh orang lain. Biarkan saja. Tidak butuh pengakuan siapa pun untuk kualitas dirinya. Semua berjalan dengan apa-adanya tanpa perlu dibuat-buat. Orang yang tengil kepedean akan sakit hati jika dipandang sepele, sebab dia butuh pengakuan bahwa dirinya cerdas, serba bisa, berhasil sehingga mana mungkin berasa remeh. Remah sih iya. Maka kalao sudah sentitit baper seperti baca tulisan di blog ini ya berarti situ jangan-jangan awal mulanya merasa kepedean.

      Orang pede akan masuk ke dalam lingkungan manapun termasuk yang tidak dikenal. Dia berani untuk bertegur sapa dan bekerjasama dengan siapapun. Sebab setiap perbincangan itu berharga, orang lain juga setara dan setiap kerjasama juga bernilai. mau ke atas atau ke bawah, sama saja. Mendongak, menoleh atau menunduk ke dalam lingkungan yang berbeda itu biasa. Orang belagu akan hanya berasa nyaman dalam jejaringnya sendiri. Dia nggak akan kemana-mana karena dengan lingkarannya sudah pasti merasa diterima, merasa bisa unjuk diri, banyak bacot, dan udah paling kerenlah pokoknya. Kalau di tempat lain, belum tentu bisa begitu. Maka ayam sayur memang cocok ketemu ayam sayur, nggak bakalan berani datang ke Kentaki Pret Ciken kan?

      Orang pede nggak akan selamanya tampil pede. Dia bisa ngebadut, ngelawak, ngelucu dan memang ada isi dari setiap percakapan yang dilakukan. Nggak harus pula tampil sempurna. Buat apa? Itu melelahkan. Toh jika seseorang punya kualitas tertentu, nggak perlu juga butuh dipamerkan dan pengakuan. Semua juga bisa lihat sendiri. Tapi itu beda ya dengan yang emang dasarnya nggak pede; selalu ngebadut, ngelawak, ngelucu karena pada dasarnya emang nggak pernah serius. Beda pula dengan yang norak kepedean. Di mana-mana harus tampil memukau sebab orang lain harus melihatnya sebagai sosok yang berkualitas. Sehingga merasa dibutuhkan semua orang. Sempurna jadi penting supaya merasa diakui.

      Intinya,  sih ada perbedaan yang ssangat mendasar antara sikap percaya diri dengan arogansi. Seperti dikutip di bawah ini;

      Confidence is grounded in experience and expertise with a sense of respect and humility; whereas arrogance, is grounded in nothing (it is unwarranted baseless confidence with lack of respect and humility). 

       Maka ketika seseorang percaya diri, maka yakinlah bahwa yang bersangkutan memang punya sesuatu baik pengalaman, keahlian dan segudang hal yang bukan berbasis coba-coba. Beda dengan yang kepedean karena di dalam dirinya memang nggak punya apa-apa. Tanpa rasa sungkan dan malu pula. Sebab pamer berlebihan adalah cara untuk menunjukkan secara tidak langsung bahwa ada sesuatu yang kosong dalam diri manusia. Demikianlah kira-kira.

       

      Subscribe
      Previous
      Sudah Tua, Mau Apa?
      Next
      Berpikir Dan Bertindak Saja Tidak Cukup
       Return to site
      strikingly iconPowered by Strikingly
      Cookie Use
      We use cookies to improve browsing experience, security, and data collection. By accepting, you agree to the use of cookies for advertising and analytics. You can change your cookie settings at any time. Learn More
      Accept all
      Settings
      Decline All
      Cookie Settings
      Necessary Cookies
      These cookies enable core functionality such as security, network management, and accessibility. These cookies can’t be switched off.
      Analytics Cookies
      These cookies help us better understand how visitors interact with our website and help us discover errors.
      Preferences Cookies
      These cookies allow the website to remember choices you've made to provide enhanced functionality and personalization.
      Save